TAHUN 2007, PT Pertamina Geothermal Energy memulai eksplorasi uap panas bumi di Kecamatan Ulubelu di Kabupaten Tanggamus. Sejak itu, kawasan terisolasi ini berubah wajah dan moncer.
Jumat Legi pada Januari 1991. Beduk di masjid Nur Falah di Pekon (desa) Karangrejo, Ulubelu, bertalu sebagai tanda waktu salat jumat sudah masuk.
Kartini, ibu muda yang rumahnya berada di sisi jalan menanjak itu masih berdiri di depan rumahnya dengan cemas. Ia sedang menunggu suaminya yang sedang dijemput kerabat dan beberapa tetangganya karena dikabarkan mengalami kecelakaan di Desa Gunung Megang, sekitar 15 kilometer dari rumahnya.
Salah satu unit pengeboran panas bumi (rig) di cluster F yang sedang dipersiapkan di tengah kebun kopi di lembah Bukit Rendingan, Ulubelu. Akses Pertamina ke lokasi ini berimbas positif dengan dibangunnya jalan permanen untuk warga sekitar. (LAMPUNG POST/ZAINUDIN)
Tak lama, iring-iringan yang ia tunggu mulai terlihat. Meski ada belasan orang, rombongan itu seperti membisu. Hanya napas terengah-engah yang memburu seolah mereka ingin segera menurunkan beban yang dipikulnya.
"Saya menjerit sekeras-kerasnya. Ternyata, yang ada di dalam karung goni dan dipikul dua orang itu adalah suami saya yang sudah meninggal. Darahnya berceceran," kata Kartini (37), warga Karangrejo, mengisahkan tragisnya kehilangan Budiono, suami pertamanya, Kamis (11-3).
Sepotong cerita fakta itu hanya satu dari puluhan peristiwa memilukan di hampir semua desa di Kecamatan Ulubelu yang terisolasi sejauh sekitar 15 kilo meter. Dipikulnya jenazah Budiono bukan lantaran tidak ada mobil atau kendaraan lain. Tetapi, karena kondisi jalan tanah liat yang mendaki tiga bukit, menyusuri pundak-pundak gunun g, dan memang kondisi ekonomi warga daerah ini sangat miskin.
Cerita Kartini diteguhkan M. Solikin, kepala Desa Karangrejo. Peristiwa terakhir tentang kisah menggotong jenazah itu terjadi pada 2005. Saat itu, kata Solikin, Misriadi, kepala Desa Panantian, Ulubelu, tewas karena jatuh ke jurang. Sementara, keluarga besarnya tinggal di Pringsewu, sekitar 70 kilometer dari lokasi. "Kami menggotong dengan tangga sejauh 17 kilometer untuk sampai ke mobil," kata Solikin.
"Ya, begitulah saat itu. Bukan hanya orang meninggal, orang sakit dan wanita yang mau melahirkan juga digotong begitu kalau mau pergi berobat. Sebab, di sini tidak ada mantri kesehatan. Yang ada hanya dukun dan pengobatannya hanya pakai jampi-jampi," tambah lurah muda itu.
Era pilu itu baru berakhir pada 2007. Meski sekitar dua tahun sebelumnya jalan sudah bisa dilewati, hanya mobil jenis hardtop double gardan yang bisa naik. Itu pun bannya harus dililit rantai dan mesin harus dalam kondisi fit.
Jalan relatif mulus di Pekon Datarajan, Ulubelu ini baru hadir pada 2007, saat PT Pertamina Geothermal Energy mulai mengekplorasi panas bumi di Ulubelu. (LAMPUNG POST/ZAINUDIN)
Kini, wilayah yang berada di lembah Bukit Rendingan dan Gunung Tanggamus itu berubah darastis. Meski untuk menembusnya harus naik-turun tiga bukit, perjalanan cukup lima puluh menit untuk jarak sekitar 40 kilometer. Sepeda motor, mobil, bahkan truk trailer sudah ngglingsir melaju di jalan itu. Tak ada lagi jalan tanah liat yang mblekuk-mbleluk sedalam lutut.
Puskesmas juga telah siap, bidan desa ada di sebilang tempat, bahkan dokter perusahaan stand by di lokasi dan siap direpoti warga sekitar.
Kondisi jalannya aspal cukup baik. Lebarnya lebih dari standar jalan yang dibangun pemda. Panjangnya juga sampai menembus "relung" hutan kopi yang berada di beberapa bukit dan lembah. Yakni, tempat beberapa sumur uap panas (geothermal) yang sedang dibor PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). "Saya nggak mimpi desa ini berubah secepat ini," kata Kartini.
Mengunjungi Ulubelu memang mengagumkan. Dari Talangpadang, ketika mulai menanjak bukit dari Pekon Gunung Megang, suasana alam lestari sudah menyegarkan mata dan pikiran. Dari jalan meliuk-liuk di pinggang-pinggang bukit, terlihat beberapa kota kecil di bawah. Saat berada di sisi barat bukit, terlihat keramaian Talangpadang, Kotaagung, dan daerah lainnya. Saat di sisi timur, tampak daerah Pugung, Pagelaran, dan sekitarnya. Dan ketika mulai menuruni bukit, terlihat permukiman warga Ulubelu yang berkelompok-kelompok. Juga, beberapa kompleks pengeboran uap panas oleh kontraktor rekanan Pertamina yang dikepung kehijauan kebun kopi dan hutan lestari.
Memasuki Kecamatan Ulubelu, satu gapura beton menyambut di tengah belantara. Meski sesungguhnya masih jauh, gapura ini membuat hati serasa perjalanan tinggal sejengkal lagi. Lalu, Pekon Datarajan Patok 10 menjelang dengan permukiman tidak terlalu ramai.
Masih ada beberapa bukit kecil lagi yang harus didaki dan dituruni. Baru kemudian, Pekon Datarajan induk menampakkan ada kehidupan setara dengan daerah lain di Lampung. Di desa ini, beberapa toko berpenampilan modern dan lengkap ada. Pasar, sekolah, masjid, dan properti keramaian lainnya melengkapi.
Jika malam, dari desa-desa di Ulubelu ini dapat menyaksikan gemerlap lampu di lembah nan gulita. Itu adalah unit-unit rig (tempat pengeboran) yang sedang menggangsir bumi untuk mendapatkan abab panas salah satu planet paling bermasalah ini.
Mobil-mobil bagus, terutama jenis double kabin dengan empat penggerak (4 WD) keluaran terbaru lalu lalang. Kadang, serombongan truk trailer 16 ban berbaris datang seperti kereta api. Muatannya yang besar, tinggi, dan panjang membuat jalanan seperti penuh. Truk-truk itu mengangkut perangkat pengeboran (rig) untuk keperluan PT PGE. Untungnya, jalan yang dibangun sudah cukup lebar dan kuat.
"Jalan ini yang membangun Pertamina bersama pemerintah. Saya ingat, waktu itu bupatinya masih Pak Fauzan, bilang kepada pihak Pertamina. Kalau mau mengebor panas bumi di sini, bangun dulu jalannya," kata SOlikin.
Kehidupan warga tampak lebih bergairah. Tanda-tanda peran Pertamina begitu kentara di seantero lokasi. Beberapa masjid terpasang nama masjid dengan desain grafis khas Pertamina dan terdapat tulisan "Sumbangsih Pertamina". Beberapa sekolah juga tampil beda dengan genting biru langit dan ditemboknya terpasang logo Pertamina, Kostrad, dan Yon Zipur. Benar, gedung SD itu bantuan Pertamina yang dikerjakan bersama anggota TNI dari Kostrad dan Yon Zipur.
Ratusan pekerja dari berbagai keahlian, geologi, konstruksi, panas bumi, mesin, air, keamanan khusus gas beracun, bahkan dokter ada di proyek pengeboran itu. Mereka tampak bersosialisasi dengan warga di kala senggang.
Ilmar (35), driller (tenaga pengeboran) dari PT Energy Tata Persada, kontraktor rekanan Pertamina yang mengebor di cluster D dan F, desa Pagaralam, mengaku betah kerja di sini. Pria asal Ternate yang tinggal di Jambi ini merasakan proyek di Ulubelu ini sangat kondusif. "Kami enjoy, di sini. Jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dari kota. Aksesnya juga mudah. Masyarakatnya juga welcome," kata bapak dua anak dengan logat Malukunya.
Senada dengan Ilmar, Kisnandar, safety officer rig di cluster F juga mengatakan betah di Ulubelu. "Kami memang sudah biasa hidup di tempat seperti ini. Tetapi, di sini lebih kondusif. Semua fasilitas standar proyek terpenuhi, terutama menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk sarana ibadah, kami ada musala. Setiap waktu salat ada yang azan pakai loud speaker. Salat jumat juga diadakan di dalam sini," kata lelaki yang tinggal di Cirebon ini.
Proyek ekploitasi uap panas bumi (geothermal) oleh Pertamina ini dimulai sejak 2007. Setelah melakukan studi kelayakan panjang, PT Pertamina Geothermal Energy mulai membangun Unit I--IV di Ulubelu. Saat ini, dua unit sudah selesai pengeboran dan pada tanggal 17 Februari 2010 telah ditandatangani perjanjian kerja sama penjualan energi panas bumi dari PT Pertamina dengan PT PLN.
Dengan kerja sama itu, PT PLN akan memanfaatkan panas bumi untuk menggerakkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 2 x 55 megawatt. Dalam perjanjian kontrak, PLN akan mulai memanfaatkan uap bumi Ulubelu itu pada 2012. Dengan penambahan pembangkit PLTP baru itu, diharapkan Lampung akan terhindar dari krisis listrik akibat defisit daya.
Energi panas bumi yang melimpah di bumi Indonesia akan menjadi andalan bagi pembangkit listrik di Indonesia. Menteri ESDM Darwin Zahedi Saleh seperti dikutip www.pertamina.com menyebutkan Indonesia mempunyai 265 lokasi yang memiliki kandungan panas bumi. "Ini terbesar di dunia," kata dia.
Energi geothermal memiliki keunggulan dari jenis energi lain. Uap yang ditimbulkan dapat menggerakkan turbin berkapasitas besar tanpa proses pembakaran. Sehingga, tidak ada residu, kecuali CO2 yang risikonya sangat kecil dapat merusak lingkungan. Energi ini juga bersifat terbarukan (renewable) karena setelah menghasilkan energi, air yang keluar akan disuntikkan lagi ke bumi untuk menghasilkan energi kembali.
Kini, warga Ulubelu seolah hidup dalam peluk mesra PT Pertamina Geothermal Energy yang ramah dengan lingkungannya. Kemesraan ini, janganlah sampai berlalu. n SUDARMONO
Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Maret 2010
Jumat Legi pada Januari 1991. Beduk di masjid Nur Falah di Pekon (desa) Karangrejo, Ulubelu, bertalu sebagai tanda waktu salat jumat sudah masuk.
Kartini, ibu muda yang rumahnya berada di sisi jalan menanjak itu masih berdiri di depan rumahnya dengan cemas. Ia sedang menunggu suaminya yang sedang dijemput kerabat dan beberapa tetangganya karena dikabarkan mengalami kecelakaan di Desa Gunung Megang, sekitar 15 kilometer dari rumahnya.
Salah satu unit pengeboran panas bumi (rig) di cluster F yang sedang dipersiapkan di tengah kebun kopi di lembah Bukit Rendingan, Ulubelu. Akses Pertamina ke lokasi ini berimbas positif dengan dibangunnya jalan permanen untuk warga sekitar. (LAMPUNG POST/ZAINUDIN)
Tak lama, iring-iringan yang ia tunggu mulai terlihat. Meski ada belasan orang, rombongan itu seperti membisu. Hanya napas terengah-engah yang memburu seolah mereka ingin segera menurunkan beban yang dipikulnya.
"Saya menjerit sekeras-kerasnya. Ternyata, yang ada di dalam karung goni dan dipikul dua orang itu adalah suami saya yang sudah meninggal. Darahnya berceceran," kata Kartini (37), warga Karangrejo, mengisahkan tragisnya kehilangan Budiono, suami pertamanya, Kamis (11-3).
Sepotong cerita fakta itu hanya satu dari puluhan peristiwa memilukan di hampir semua desa di Kecamatan Ulubelu yang terisolasi sejauh sekitar 15 kilo meter. Dipikulnya jenazah Budiono bukan lantaran tidak ada mobil atau kendaraan lain. Tetapi, karena kondisi jalan tanah liat yang mendaki tiga bukit, menyusuri pundak-pundak gunun g, dan memang kondisi ekonomi warga daerah ini sangat miskin.
Cerita Kartini diteguhkan M. Solikin, kepala Desa Karangrejo. Peristiwa terakhir tentang kisah menggotong jenazah itu terjadi pada 2005. Saat itu, kata Solikin, Misriadi, kepala Desa Panantian, Ulubelu, tewas karena jatuh ke jurang. Sementara, keluarga besarnya tinggal di Pringsewu, sekitar 70 kilometer dari lokasi. "Kami menggotong dengan tangga sejauh 17 kilometer untuk sampai ke mobil," kata Solikin.
"Ya, begitulah saat itu. Bukan hanya orang meninggal, orang sakit dan wanita yang mau melahirkan juga digotong begitu kalau mau pergi berobat. Sebab, di sini tidak ada mantri kesehatan. Yang ada hanya dukun dan pengobatannya hanya pakai jampi-jampi," tambah lurah muda itu.
Era pilu itu baru berakhir pada 2007. Meski sekitar dua tahun sebelumnya jalan sudah bisa dilewati, hanya mobil jenis hardtop double gardan yang bisa naik. Itu pun bannya harus dililit rantai dan mesin harus dalam kondisi fit.
Jalan relatif mulus di Pekon Datarajan, Ulubelu ini baru hadir pada 2007, saat PT Pertamina Geothermal Energy mulai mengekplorasi panas bumi di Ulubelu. (LAMPUNG POST/ZAINUDIN)
Kini, wilayah yang berada di lembah Bukit Rendingan dan Gunung Tanggamus itu berubah darastis. Meski untuk menembusnya harus naik-turun tiga bukit, perjalanan cukup lima puluh menit untuk jarak sekitar 40 kilometer. Sepeda motor, mobil, bahkan truk trailer sudah ngglingsir melaju di jalan itu. Tak ada lagi jalan tanah liat yang mblekuk-mbleluk sedalam lutut.
Puskesmas juga telah siap, bidan desa ada di sebilang tempat, bahkan dokter perusahaan stand by di lokasi dan siap direpoti warga sekitar.
Kondisi jalannya aspal cukup baik. Lebarnya lebih dari standar jalan yang dibangun pemda. Panjangnya juga sampai menembus "relung" hutan kopi yang berada di beberapa bukit dan lembah. Yakni, tempat beberapa sumur uap panas (geothermal) yang sedang dibor PT Pertamina Geothermal Energy (PGE). "Saya nggak mimpi desa ini berubah secepat ini," kata Kartini.
Mengunjungi Ulubelu memang mengagumkan. Dari Talangpadang, ketika mulai menanjak bukit dari Pekon Gunung Megang, suasana alam lestari sudah menyegarkan mata dan pikiran. Dari jalan meliuk-liuk di pinggang-pinggang bukit, terlihat beberapa kota kecil di bawah. Saat berada di sisi barat bukit, terlihat keramaian Talangpadang, Kotaagung, dan daerah lainnya. Saat di sisi timur, tampak daerah Pugung, Pagelaran, dan sekitarnya. Dan ketika mulai menuruni bukit, terlihat permukiman warga Ulubelu yang berkelompok-kelompok. Juga, beberapa kompleks pengeboran uap panas oleh kontraktor rekanan Pertamina yang dikepung kehijauan kebun kopi dan hutan lestari.
Memasuki Kecamatan Ulubelu, satu gapura beton menyambut di tengah belantara. Meski sesungguhnya masih jauh, gapura ini membuat hati serasa perjalanan tinggal sejengkal lagi. Lalu, Pekon Datarajan Patok 10 menjelang dengan permukiman tidak terlalu ramai.
Masih ada beberapa bukit kecil lagi yang harus didaki dan dituruni. Baru kemudian, Pekon Datarajan induk menampakkan ada kehidupan setara dengan daerah lain di Lampung. Di desa ini, beberapa toko berpenampilan modern dan lengkap ada. Pasar, sekolah, masjid, dan properti keramaian lainnya melengkapi.
Jika malam, dari desa-desa di Ulubelu ini dapat menyaksikan gemerlap lampu di lembah nan gulita. Itu adalah unit-unit rig (tempat pengeboran) yang sedang menggangsir bumi untuk mendapatkan abab panas salah satu planet paling bermasalah ini.
Mobil-mobil bagus, terutama jenis double kabin dengan empat penggerak (4 WD) keluaran terbaru lalu lalang. Kadang, serombongan truk trailer 16 ban berbaris datang seperti kereta api. Muatannya yang besar, tinggi, dan panjang membuat jalanan seperti penuh. Truk-truk itu mengangkut perangkat pengeboran (rig) untuk keperluan PT PGE. Untungnya, jalan yang dibangun sudah cukup lebar dan kuat.
"Jalan ini yang membangun Pertamina bersama pemerintah. Saya ingat, waktu itu bupatinya masih Pak Fauzan, bilang kepada pihak Pertamina. Kalau mau mengebor panas bumi di sini, bangun dulu jalannya," kata SOlikin.
Kehidupan warga tampak lebih bergairah. Tanda-tanda peran Pertamina begitu kentara di seantero lokasi. Beberapa masjid terpasang nama masjid dengan desain grafis khas Pertamina dan terdapat tulisan "Sumbangsih Pertamina". Beberapa sekolah juga tampil beda dengan genting biru langit dan ditemboknya terpasang logo Pertamina, Kostrad, dan Yon Zipur. Benar, gedung SD itu bantuan Pertamina yang dikerjakan bersama anggota TNI dari Kostrad dan Yon Zipur.
Ratusan pekerja dari berbagai keahlian, geologi, konstruksi, panas bumi, mesin, air, keamanan khusus gas beracun, bahkan dokter ada di proyek pengeboran itu. Mereka tampak bersosialisasi dengan warga di kala senggang.
Ilmar (35), driller (tenaga pengeboran) dari PT Energy Tata Persada, kontraktor rekanan Pertamina yang mengebor di cluster D dan F, desa Pagaralam, mengaku betah kerja di sini. Pria asal Ternate yang tinggal di Jambi ini merasakan proyek di Ulubelu ini sangat kondusif. "Kami enjoy, di sini. Jarak tempuhnya tidak terlalu jauh dari kota. Aksesnya juga mudah. Masyarakatnya juga welcome," kata bapak dua anak dengan logat Malukunya.
Senada dengan Ilmar, Kisnandar, safety officer rig di cluster F juga mengatakan betah di Ulubelu. "Kami memang sudah biasa hidup di tempat seperti ini. Tetapi, di sini lebih kondusif. Semua fasilitas standar proyek terpenuhi, terutama menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja. Termasuk sarana ibadah, kami ada musala. Setiap waktu salat ada yang azan pakai loud speaker. Salat jumat juga diadakan di dalam sini," kata lelaki yang tinggal di Cirebon ini.
Proyek ekploitasi uap panas bumi (geothermal) oleh Pertamina ini dimulai sejak 2007. Setelah melakukan studi kelayakan panjang, PT Pertamina Geothermal Energy mulai membangun Unit I--IV di Ulubelu. Saat ini, dua unit sudah selesai pengeboran dan pada tanggal 17 Februari 2010 telah ditandatangani perjanjian kerja sama penjualan energi panas bumi dari PT Pertamina dengan PT PLN.
Dengan kerja sama itu, PT PLN akan memanfaatkan panas bumi untuk menggerakkan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berkapasitas 2 x 55 megawatt. Dalam perjanjian kontrak, PLN akan mulai memanfaatkan uap bumi Ulubelu itu pada 2012. Dengan penambahan pembangkit PLTP baru itu, diharapkan Lampung akan terhindar dari krisis listrik akibat defisit daya.
Energi panas bumi yang melimpah di bumi Indonesia akan menjadi andalan bagi pembangkit listrik di Indonesia. Menteri ESDM Darwin Zahedi Saleh seperti dikutip www.pertamina.com menyebutkan Indonesia mempunyai 265 lokasi yang memiliki kandungan panas bumi. "Ini terbesar di dunia," kata dia.
Energi geothermal memiliki keunggulan dari jenis energi lain. Uap yang ditimbulkan dapat menggerakkan turbin berkapasitas besar tanpa proses pembakaran. Sehingga, tidak ada residu, kecuali CO2 yang risikonya sangat kecil dapat merusak lingkungan. Energi ini juga bersifat terbarukan (renewable) karena setelah menghasilkan energi, air yang keluar akan disuntikkan lagi ke bumi untuk menghasilkan energi kembali.
Kini, warga Ulubelu seolah hidup dalam peluk mesra PT Pertamina Geothermal Energy yang ramah dengan lingkungannya. Kemesraan ini, janganlah sampai berlalu. n SUDARMONO
Sumber: Lampung Post, Minggu, 14 Maret 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar