Powered By Blogger

Rabu, 14 April 2010

PENDIDIKAN ANAK DI RUMAH

Di dalam Islam, pendidikan anak merupakan tugas dan tanggung jawab yang sangat penting bagi keluarga muslim. Hal ini berkaitan dengan kepentingan pribadi, keluarga, negara, dan bahkan kepentingan Islam dan kaum muslimin secara keseluruhan. Seperti apa generasi muslim dan wajah dunia Islam di masa yang akan datang sangat tergantung kepada bagaimana anak-anak muslim dididik di masa sekarang.

Perhatikan hadits nabi SAW berikut ini:

“Apabila mati anak Adam, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak sholeh yang mendo’akannya.” (HR Muslim).

Sesungguhnya orang yang mendalami hadits ini akan melihat bahwa ketiga amal yang akan tetap memberikan manfaat setelah seseorang mati merupakan buah yang dipetik olehnya dari didikan terhadap anak-anaknya. Orang tua mengajarkan anak-anak tentang Islam, dimana penekanan ajaran Islam adalah taat kepada Allah, salah satu perintah Allah adalah supaya anak berbakti kepada kedua orang tuanya. Bentuk bakti anak sholeh kepada orang tuanya adalah mendo’akannya. Orang tua mengajarkan sholat, puasa, akhlak mulia, dan perbuatan-perbuatan baik lainnnya merupakan ilmu yang bermanfaat baginya. Orang tua mengajarinya sholat dan ia melakukannya. Dan setelah ia menikah ia pun mengajarkan kepada anak-anaknya apa yang telah kita ajarkan kepadanya, maka kita sebagai orang tua akan mendapatkan pahala dengan sholat yang ia dan keluarganya lakukan, sebagaimana ia juga dapat pahala. Begitu pula dengan amal sholeh yang lainnya, dan ini adalah amal jariah.

Hal ini sesuai dengan hadits nabi SAW berikut:

“Barang siapa mengajak kepada petunjuk, maka ia akan mendapatkan ganjaran sebagaimana ganjaran yang diterima oleh orang-orang yang mengikutinya dimana tidak berkurang sedikitpun baginya ganjaran-ganjaran mereka. Sebaliknya, barang siapa mengajak kepada suatu kesesatan, maka ia akan mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang yang mengikutinya dimana tidak berkurang sedikitpun baginya dosa-dosa mereka.” (HR Muslim)

Fakta bahwa waktu anak yang dihabiskan di sekolah setiap harinya hanya 25% saja, sedangkan sisanya 75% waktunya dihabiskan di rumah, maka pendidikan anak bukanlah tugas yang seluruhnya dapat diserahkan ke sekolah. Orang tua mempunyai porsi yang lebih besar untuk memperkaya wawasan dan membentuk karakter mereka. Lingkungan di dalam rumah mempunyai peranan yang lebih besar dibandingkan di sekolah. Berarti pendidikan di rumah mempunyai posisi yang sangat strategis selain pendidikan di sekolah.

Masa anak-anak dipandang sebagai masa terpenting dalam kehidupan seseorang. Pada masa ini dimulainya pembentukan diri dan pada masa ini seseorang akan menjadi bagaimana setelah itu, apakah akan menjadi anak yang bermental sehat atau sakit. Pada masa anak-anaklah baik pertumbuhan fisik, kecerdasan, maupun karakternya bertumbuh kembang dengan pesat. Bahkan pada usia 0-3 tahun disebut sebagai Golden Age (Masa Keemasan). Setiap anak dilahirkan dengan 10 Milyar neuron (sel saraf di otaknya). Tiga tahun pertama merupakan periode dimana milyaran sel glial terus bertambah untuk memupuk neuron. Sel-sel saraf ini membentuk ribuan sambungan antarneuron yang disebut denrite yang mirip sarang laba-laba, dan axon yang berbentuk memanjang. Yang paling menakjubkan, pada usia 6 tahun volume otak anak kita sudah mencapai 80% dibandingkan volume otak orang dewasa, sehingga ditinjau dari aspek kecerdasan, anak pada usia tersebut sudah dapat menyerap berbagai ilmu, informasi, dan nilai-nilai sebagaimana yang diterima oleh orang dewasa dan akan merekamnya di dalam otak dengan ingatan yang sangat baik. Mereka menyerap apa saja yang dilihat, didengar, dicium, dirasakan, dan disentuh dari lingkungan mereka. Kemampuan otak mereka untuk memilah atau menyaring pengalaman rasa yang tidak menyenangkan dan berbahaya belum berkembang. Anak pada usia tersebut mempunyai segudang karakter sebagai sarana untuk membentuk dirinya. Pendidikan orang tuanya yang akan menentukan bagaimana karakter-karakter tersebut dapat bertumbuh kembang sehingga membentuk pribadi-pribadi yang baik.

“Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka orangtualah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Abu Daud)

Berikut adalah karakter-karakter dasar yang dimiliki anak-anak:

  1. Banyak bergerak dan tidak mau diam.
  2. Sangat sering meniru
  3. Suka menentang
  4. Tidak dapat membedakan antara yang benar dan yang salah
  5. Banyak bertanya
  6. Memiliki ingatan yang tajam dan otomatis
  7. Menyukai dorongan semangat
  8. Suka bermain dan bergembira
  9. Suka bersaing
  10. Berfikir Khayal
  11. Senang mendapatkan keterampilan
  12. Perkembangan bahasanya cepat
  13. Suka membuka dan menyusun kembali
  14. Berperasaan tajam (takut, marah, cemburu).

Karakter-karakter di atas adalah normal dan sehat, bukan dibuat-buat oleh anak. Tugas orang tua adalah mengarahkan dan mendidik mereka. Curahkan seluruh kemampuan, perhatian, dan kasih sayang untuk masa depan anak-anak kita. Orang tua bagaikan busur, dan anak-anak kita bagaikan anak panah, maka orang tua harus tahu ke arah mana sasaran bidikan diarahkan agar anak panah melesat, jauh, cepat dan tepat mengenai sasaran.

Sabtu, 10 April 2010

Pahlawan Tanpa Harta

Pahlawan Tanpa Harta

Ada fakta lain yang harus dicatat hari ini tidak smu a medan kepahlawanan membutuhkan sarana dan harta yang melimpah. Perang, politik, ekonomi, adalah industri duniawi yang membutuhkan daya cipta material yang hebat. Tapi ada sebagian industri yang sebagian besar proses penciptaannya justru lebih bersifat ukhrawi, profesi nabi yang di wariskan kepada para ulama.

Kedua industri tersebut tidaklah terpisah dari tujuannya, tapi pada tabiat pekerjaannya. Proses penciptaan pada dunia ilmu pengetahuan, sepiritual dan intelektual. Harta dan sarana hanya mempunyai peranan yang sederhana dalam proses.

Sebalikna produk kepahlawanan dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan keagamaan, juga tidk dapat mengantar seorang lama menuju kejayaan. Para ulama kata Ibnu Kladun sulit menjadi kaya dengan ilmu agamanya. Sebab hanya berputar dalam titik tertentu dimana kebutuhan sebagian besar manusia ada disitu. Sementara, manusia pada umumnya tidak setiap saat membutuhkan nasehat keagamaan.

Ada lagi faktor yang dsebut Ibnu Kaldun para ulama berada pada posisi moral yang tinggi dan terhormat, yang biasanya akan mereka rusak dengan berbagai macam praktik tidak terhormat, yang biasanya memenuhi dunia bisnis. Maka, kata Ibnu Kaldun,pemerintahlah yang bertugas menjaga kehormatan para ulama, dengan memberi mereka fasilitas duniawi yang cukup untuk menjalankan fungsi sosial mereka.

Tapi ini mengandung bahaya, sebab ulama yang dihidupi pemerintah biasanya kehilangan harga diri dan wibawa di depan penguasa. Itu menyulitkan fngsi kontrol terhadap penguasa. Tapi disinilah letak kepahlawanan mereka, kemampan untuk menngeluarkan karya almiah yang hebat ditengah kemiskinan, dan kekuatan untuk mempertahankan harga diri dan wibawa di depan penguasa ditengah kemiskinannya. Mereka mendirikan kerajaan sepiritual dalam dunia material kita, maka merek akan menjadi raja di hati masyarakat, bukan penguasa diatas kepala rakyat.

Mereka adalah orang-orang miskin terhormat. Sebab kemiskinan bagi mereka adalahpilihan hidup, bukan akibat ketidakberdayaan. Kemiskinan adalah resiko profesi yang mereka sadari sejak awal. Dan ketika mereka memilih profesi itu, mereka menanggung semua akibatnya.

Lahir sebagai anak yatim ditengah keluarga miskin, imam syafi’I pada mulanya menuntut ilmu agama untuk menjadi kaya, “aku rasa kecerdasank akan memberi kekaan yang melimpah,” kata baliau. Tapi katanya lagi, “ setelah aku mendapatkan ilmu ini, sadarlah aku bahwa ilmu ini tidak boleh dituntt untuk mendaptkan duni. Ilmu ini hanya akan kita peroleh jika dituntut ia untuk kejayaan akhirat.