Powered By Blogger

Kamis, 10 Maret 2011

PEMBALAKAN LIAR

Praktik pembalakan liar di hutan Merang, Kecamatan Bayunglincir, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, sudah terorganisasi. Seluruh pemangku kepentingan, terutama di daerah, harus terlibat pemberantasan praktik ilegal di kawasan yang termasuk lokasi percontohan penurunan emisi karbon dari penggundulan hutan dan degradasi lahan.

Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengungkapkan hal ini di Jakarta, Sabtu (11/12/2010). Sebagaimana diberitakan Kompas, Gubernur Sumsel Alex Noerdin menyaksikan rakit kayu hasil penebangan liar saat memantau kawasan hutan Merang menggunakan helikopter.


”Di sana (hutan Merang) tidak ada HPH (hak pengusahaan hutan) dan areal gambut yang ditelantarkan pemegang izin sebelumnya (open access) yang 50 persen terbakar pada tahun 1997 dan 2006. Jadi, apa yang terjadi di sana itu merupakan pembalakan liar
(illegal logging) yang sangat terorganisasi dan tidak mungkin daerah sendirian mampu (mengatasi),” ujar Hadi.

Hutan Merang termasuk dalam wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model Lalang, Musi Banyuasin, seluas 265.953 hektar berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 789/Kpts-II/2009.


Di dalam kawasan tersebut saat ini juga sedang berlangsung proyek kerja sama Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan Kemhut dengan GTZ, organisasi nonpemerintah Jerman, untuk penurunan emisi dengan menerapkan pola REDD+ seluas 24.000 hektar dan di sisi selatan juga terdapat hutan desa Medak dan Merang seluas 3.050 hektar.


Tenaga ahli GTZ dan Kepala KPH Model Lalan sudah memaparkan masalah ini dan meminta bantuan dari pemerintah pusat. Atas laporan tersebut, Kemhut menggelar operasi pemberantasan pembalakan liar pada Juni-Juli 2010, dengan menangkap kayu dan membakar kilang gergajian ilegal yang ditemukan di kawasan itu.


Pihak swasta juga sudah turut berperan membantu operasi tersebut, antara lain, kata Hadi, PT RHM, anak usaha kelompok Sinar Mas, yang mengirim alat berat untuk menancapkan balok-balok hasil pembalakan liar di kanal untuk menghambat mereka.


Hadi menuturkan, organisasi nonpemerintah asing yang aktif mengkaji soal lahan gambut, Wetland, juga mengajukan permohonan izin konsesi HPH restorasi di areal telantar
(open access) di sisi utara areal GTZ pada bulan Juli 2010. Mereka ingin memperbaiki kembali kawasan hutan di dekat perbatasan Sumsel-Jambi yang kini menjadi sasaran pembalakan liar.
”Harus ada operasi tertutup untuk mengungkap siapa dalang di belakang cukong dan para pembalak liar ini,” ujar Hadi.
*Dikutip dari KOMPAS.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar