Powered By Blogger

Senin, 29 November 2010

Sejarah Pasar Modal Era Orde Baru

Langkah demi langkah diambil oleh pemerintah Orde Baru untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap nilai mata uang rupiah. Disamping pengerahan dana dari masyarakat melalui tabungan dan deposito, pemerintah terus mengadakan persiapan khusus untuk membentuk Pasar Modal.

Dengan surat keputusan direksi BI No. 4/16 Kep-Dir tanggal 26 Juli 1968, di BI di bentuk tim persiapan (PU) Pasar Uang dan (PM) Pasar Modal. Hasil penelitian tim menyatakan bahwa benih dari PM di Indonesia sebenarnya sudah ditanam pemerintah sejak tahun 1952, tetapi karena situasi politik dan masyarakat masih awam tentang pasar modal, maka pertumbuhan Bursa Efek di Indonesia sejak tahun 1958 s/d 1976 mengalami kemunduran.

Setelah tim menyelesaikan tugasnya dengan baik, maka dengan surat keputusan Kep-Menkeu No. Kep-25/MK/IV/1/72 tanggal 13 Januari 1972 tim dibubarkan, dan pada tahun 1976 dibentuk Bapepam (Badan Pembina Pasar Modal) dan PT Danareksa. Bapepam bertugas membantu Menteri Keuangan yang diketuai oleh Gubernur Bank Sentral.

Dengan terbentuknya Bapepam, maka terlihat kesungguhan dan intensitas untuk membentuk kembali PU dan PM. Selain sebagai pembantu menteri keuangan, Bapepam juga menjalankan fungsi ganda yaitu sebagai pengawas dan pengelola bursa efek.

Pada tanggal 10 Agustus 1977 berdasarkan kepres RI No. 52 tahun 1976 pasar modal diaktifkan kembali dan go publik-nya beberapa perusahaan. Pada jaman orde baru inilah perkembangan PM dapat di bagi menjadi 2, yaitu tahun 1977 s/d 1987 dan tahun 1987 s/d sekarang.

Perkembangan pasar modal selama tahun 1977 s/d 1987 mengalami kelesuan meskipun pemerintah telah memberikan fasilitas kepada perusahaan-perusahaan yang memanfaatkan dana dari bursa efek. Fasilitas-fasilitas yang telah diberikan antara lain fasilitas perpajakan untuk merangsang masyarakat agar mau terjun dan aktif di Pasar Modal.

Tersendatnya perkembangan pasar modal selama periode itu disebabkan oleh beberapa masalah antara lain mengenai prosedur emisi saham dan obligasi yang terlalu ketat, adanya batasan fluktuasi harga saham dan lain sebagainya.

Untuk mengatasi masalah itu pemerintah mengeluarkan berbagai deregulasi yang berkaitan dengan perkembangan pasar modal, yaitu Paket Kebijaksanaan Desember 1987, Paket Kebijaksanaan Oktober 1988, dan Paket Kebijaksanaan Desember 1988.

Pakdes 1987

Pakdes 1987 merupakan penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, dihapuskannya biaya yang sebelumnya dipungut oleh Bapepam, seperti biaya pendaftaran emisi efek. Selain itu dibuka pula kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari total emisi.
Pakdes 87 juga menghapus batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan bursa paralel. Sebagai pilihan bagi emiten yang belum memenuhi syarat untuk memasuki bursa efek.

Pakto 88

Pakto 88 ditujukan pada sektor perbankkan, namun mempunyai dampak terhadap perkembangan pasar modal. Pakto 88 berisikan tentang ketentuan 3 L (Legal, Lending, Limit), dan pengenaan pajak atas bunga deposito.
Pengenaan pajak ini berdampak positif terhadap perkembangan pasar modal. Sebab dengan keluarnya kebijaksanaan ini berarti pemerintah memberi perlakuan yang sama antara sektor perbankan dan sektor pasar modal.

Pakdes 88

Pakdes 88 pada dasarnya memberikan dorongan yang lebih jauh pada pasar modal dengan membuka peluang bagi swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Karena tiga kebijaksanaan inilah pasar modal menjadi aktif untuk periode 1988 hingga sekarang.

KOPERASI UNIT DESA

Koperasi Unit Desa

Nasib perekonomian warga pedesaan di Jawa Barat sejak era reformasi bergulir seakan tak pernah beringsut naik lebih baik. Bahkan seiring pergantian kepemimpinan, warga masyarakat pun melupakan lembaga ekonomi yang bernama Koperasi Unit Desa (KUD), karena pemerintah tak pernah serius membangkitkan warisan intelektual Bung Hatta tersebut.
Mungkin alasannya sebagai daerah yang tak layak jual, pedesaan sering kali dipandang sebelah mata.

Berbeda dengan perhatian lebih pada wilayah perkotaan yang memiliki nilai jual dan menghasilkan pendapatan (income) bagi daerah provinsi. Akibatnya, KUD sebagai warisan asli (genuine) masyarakat pedesaan meredup bak cahaya lilin yang terhembusi angin malam.

Teramat mengkhawatirkan sekali kalau kondisi demikian harus menimpa sebuah komunitas warga masyarakat yang sebagian besar menduduki wilayah Jabar ini. Sebab, tanpa penopang yang kokoh dalam mengembangkan sisi perekonomian secara kolegial dalam tradisi sosial warga pedesaan, tentunya akan berimplikasi pada penurunan keberdayaan warga untuk mempertahankan hidup.

Pertanyaannya, bagaimanakah dengan eksistensi KUD di tatar Sunda yang secara demografis warga pedesaan sebagai pengamal KUD banyak mendiami wilayah Jabar? Lalu, mengapa kecenderungan pemerintah lebih menganaktirikan warga pedesaan yang memiliki model perekonomian “nyunda” seperti terkandung dalam sebuah sistem perekonomian kolegial koperasi? Lantas, prioritas macam apakah yang mesti dilakukan oleh para pemimpin berkenaan dengan pemeliharaan koperasi di wilayah Jabar, khususnya bagi warga pedesaan

Menegasikan privatisasi modal
Dalam sistem sosial-ekomomi warga Sunda, sejak tahun 1940-an, ketika akan menghadapi musim paceklik (halodo) kita mengenal tradisi perekonomian “nyunda” yang mencerminkan prinsip kekeluargaan (kolegial). Yakni adat kebiasaan dalam mengumpulkan beras sekitar satu canting (baca: satu sendok) oleh kepala keluarga setiap bulan dan dikumpulkan di lumbung desa serta terkenal dengan istilah “beas perelek” (Harry Hikmat, 2004: 140).

Model perekonomian yang mengandung nilai kebersamaan ini adalah satu dari sekian banyak ciri khas perekonomian warga yang berkarakter “nyunda”. Sama persis dengan konsep perekonomian yang terkandung dalam gagasan Koperasi Unit Desa dengan azas kekeluargaannya.
Hal ini pun mengindikasikan bahwa secara ekonomis karakteristik warga Sunda menganut azas kekeluargaan dan atas pertimbangan rasa solidaritas sosial. Bahkan saking kuatnya rasa solidaritas perekonomian masyarakat Sunda, ketika membangun rumah, misalnya, masih ada sampai sekarang warga yang ”sabilulungan” kerja bakti bergotong royong secara suka rela.

Meskipun secara kuantitas, seiring perkembangan zaman ke arah peradaban “materialistik”, jumlahnya bisa dihitung jari karena semakin meluasnya kebutuhan hidup masyarakat. Budaya hidup seperti inilah yang telah lekang dimakan usia, dan ditinggalkan “ruang-waktu” sehingga ketika melakukan aktivitas perekonomian, warga pedesaan pun cenderung memprivatisasi modal.
Kekayaan tak mau dibagi-bagi, dalam hal ini untuk memberdayakan kualitas perekonomian warga di sekitar sekalipun. Maka, bermunculan “kelas-kelas” dalam stratafikasi sosial masyarakat pedesaan, meminjam istilah bahasa Sunda bertebarannya “jalma jegud”, yakni seorang warga yang menguasai kekayaan di salah satu daerah perkampungan. Sebenarnya, tujuan Bung Hatta mendirikan Koperasi adalah untuk mengikis habis sikap dan tindakan menguasai (privatisasi) modal oleh segelintir individu warga masyarakat.
Jadi, meskipun istilah “jalma jegud” ada, dengan konsep perekonomian kolegial yang digagas oleh koperasi akan berimplikasi positif terhadap kesadaran orang-orang kaya ketika menyaksikan kondisi perekonomian warga sekitarnya. Alhasil, kekayaan tidak berputar di sekitar itu-itu saja. Namun, karena sikap hidup masyarakat telah berubah 180 derajat dari kondisi warga “nyunda” ke kondisi mekanistik, maka yang muncul adalah solidaritas sosial yang mekanik, bahkan hanya terikat oleh ikatan profesi semata.

Seperti yang tercermin pada karakteristik perekonomian warga perkotaan yang cenderung ind ividulasitik. Karena itu, menegasikan privatisasi modal sebagai imbas dari menjamurnya konsep perekonomian “neo-liberal” di zaman, katanya, modern ini adalah sebuah keniscayaan. Sebab, tanpa adanya distribusi yang adil disinyalir akan banyak bertebaran kesetimpangan, ketidakadilan, dan ketertindasan masyarakat “grassroot”, dalam hal ini adalah menggejalanya kemiskinan warga di pedesaan.
Karena itu, jangan pernah kita, meminjam istilah Hikmat Budiman dalam bukunya Lubang Hitam Kebudayaan (2003), mengalami “amputasi sosial”. Sebab, sikap dan tindakan perekonomian pun akan mencerminkan kelumpuhan “sense of crisis” ketika berlalu lalang dengan warga di pedesaan yang sedemikian kalut menghadapi karut-marut kehidupan.

Meskipun ada suntikan dana dari Pusat untuk menanggulangi kemiskinan, kerap kali disalurkan dengan tata cara yang “tak tepat sasaran”. Misalnya, pemberian bantuan tunai langsung (BLT) pada warga hanya diberikan secara langsung per bulan untuk dihabiskan, tanpa ada upaya pengembangan keterampilan hidup. Dalam kondisi demikian, warga pedesaan tidaklah membutuhkan uang ratusan ribu yang hanya bisa dinikmati dalam hitungan hari saja. Namun, memerlukan sebuah lembaga yang bisa mengangkat kondisi perekonomian setiap kepala keluarga yang telah sedemikian psusing dengan kesemrawutan hidup.

Yang pasti, eksistensi KUD kreatif dan inovatif dalam konteks lokal Jawa Barat sangatlah diperlukan oleh warga pedesaan. Sehingga dengan berbagai bentuk pelayanan berkualitas, perekonomian warga pun bisa terangkat ke posisi teraman dan mampu menghindar dari ancaman lubang menganga bernama degradasi ekonomi. Seandainya pemerintah provinsi Jabar bisa menauladani PSSI dalam menghapus “zona degradasi tim sepakbola”, misalnya, dan diterapkan dalam sebuah kebijakan atraktif menghapus “degradasi perekonomian”, saya kira riuh gemuruh tepuk tangan pun akan terus-menerus terdengar.
Maka, saya kira perhatian pemerintah terhadap keberlangsungan tradisi perekonomian yang berprinsip kekeluargaan dan kebersamaan untuk saat ini mesti diprioritaskan, dalam hal ini keberlangsungan peran KUD dalam kehidupan praktis masyarakat. Sebab, sebagai sebuah konsep perekonomian rakyat, KUD adalah semacam perangkat yang tepat untuk mengembangkan kualitas hidup warga pedesaan.
Tak arif rasanya kalau eksistensi warga pedesaan hanya dijadikan “komoditas politik” sebagai kantong perolehan suara oleh para pengusung calon Gubernur dan Bupati setiap kali pemilihan berlangsung. Namun sayangnya, setelah pemilihan berakhir, maka warga pedesaan pun kembali terlupakan.

KOPERASI SIMPAN PINJAM

Koperasi Simpan Pinjam

Pengertian koperasi simpan pinjam berdasarkan PSAK 27/ Reformat 2007 adalah koperasi yang kegiatan atau jasa utamanya menyediakan jasa penyimpanan dan

peminjaman untuk anggotanya.

Sedangkan pengertian simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota kepada koperasi dalam bentuk simpanan pokok, simpanan wajib dan tabungan. Sedangkan pinjaman adalah penyediaan uang kepada anggota berdasarkan kesepakatan pinjam meminjam, yang mewajibkan kepada peminjam melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, disertai dengan pembayaran sejumlah imbalan yang dapat berbentuk bunga atau bagi hasil. Pada dasarnya KSP menjalankan fungsi yang hampir sama dengan bank, yaitu sebagai badan usaha yang melakukan penggalian atau mobilisasi dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk kredit kepada warga masyarakat yang membutuhkan. Yang membedakannya adalah bahwa Koperasi dimiliki secara bersama oleh anggotanya dengan hak dan kedudukan yang sama, dan hanya memberikan pelayanan kredit kepada anggotanya. Sedangkan bank dimiliki oleh sejumlah orang atau badan sebagai pemegang saham, memobilisasi dana dari masyarakat luas untuk menyimpan uang di bank tersebut, namun hanya menyalurkan dana yang terhimpun kepada warga masyarakat yang mampu memenuhi persyaratan teknis bank.


Prinsip-prinsip yang harus dimiliki oleh KSP haruslah dijalankan dengan memperhatikan semangat dari prinsip dasr koperasi simpan pinjam rumusan Friedrich William Raiffeisen, selaku pendiri pertama credit union pada pertengahan abad ke-19, yaitu :

  • Dana koperasi hanya diperoleh dari anggota-anggotanya saja
  • Pinjaman juga hanya diberikan kepada anggota-anggotanya saja
  • Jaminan yang terbaik bagi peminjam adalah watak si peminjam itu sendiri.

Prinsip KSP ala Friedrich William Raiffeisen tersebut mencerminkan bahwa KSP haruslah dibangun atas usaha dan semangat swadaya dari anggotanya melalui usaha simpan pinjam berdasarkan kerjasama dan saling percaya. Oleh sebab itu, pada seluruh anggota KSP haruslah ada suatu kesadaran dan tekad yang kuat untuk membangun KSP secara swadaya, dimana mereka adalah anggota yang sekaligus pemilik serta pengguna jasa dari KSP tersebut, dengan cara :

  • Tekad untuk tidak tergantung kepada bantuan modal dari siapapun, termasuk dari pemerintah
  • Hanya menyimpan (menabung) uang di KSP, setiap kali mempunyai kelebihan uang dari kebutuhan sehari-hari, langsung ditabung di KSP.

Koperasi Komsumen adalah koperasi yang anggotanya para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi.
Kegiatan utama koperasi ini adalah membeli barang atau jasa.
Koperasi Komsumen Menjembatani produsen dengan konsumen yang membutuhkan barang-barang atau jasa, atau bisa dibilang koperasi ini bisa disebut Perantara antara produsen dan konsumen.

Rabu, 24 November 2010

KOPERASI SEKOLAH

Landasan pokok

Landasan pokok dalam perkoperasian Indonesia bersumber pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1). Pasal ini mengandung cita-cita untuk mengembangkan perekonomian yang berasas kekeluargaan. Peraturan yang lebih terperinci tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992. Undang-undang ini berisi pedoman bagi pemerintah dan masyarakat mengenai cara-cara menjalankan koperasi, termasuk koperasi sekolah. Koperasi tidak berbadan hukum. Pengurus dan pengelola koperasi sekolah dilakukan oleh para siswa di bawah bimbingan kepala sekolah dan guru-guru, terutama guru bidang studi ekonomi dan koperasi. Tanggung jawab ke luar koperasi sekolah tidak dilakukan oleh pengurus koperasi sekolah, melainkan oleh kepala sekolah. Pembinaan terhadap koperasi sekolah dilaksanakan bersama antara Kantor Menteri Negara Koperasi Usaha Kecil dan Menengah, serta Departemen Pendidikan Nasional. Koperasi sekolah tidak berbadan hukum seperti koperasi-koperasi lainnya karena siswa atau pelajar pada umumnya belum mampu melakukan tindakan hukum. Status koperasi sekolah yang dibentuk di sekolah merupakan koperasi terdaftar, tetapi tetap mendapat pengakuan sebagai perkumpulan koperasi. Pendirian Koperasi Sekolah Koperasi sekolah diharapkan menjadi sarana bagi pelajar untuk belajar melakukan usaha kecil-kecilan, mengembangkan kemampuan berorganisasi, mendorong kebiasaan untuk berinovasi, belajar menyelesaikan masalah, dan sebagainya. Untuk itu dalam mendirikan koperasi sekolah diperlukan pertimbangan agar yang diharapkan. Untuk itu dalam mendirikan koperasi sekolah, diperlukan pertimbangan-pertimbangan agar selaras dengan apa yang diharapkan.

Dasar-dasar pertimbangan pendirian koperasi sekolah

  1. Menunjang program pembangunan pemerintah di sektor perkoperasian melalui program pendidikan sekolah.
  2. Menumbuhkan kesadaran berkoperasi di kalangan siswa.
  3. Membina rasa tanggung jawab, disiplin, setia kawan, dan jiwa koperasi.
  4. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan berkoperasi, agar kelak berguna di masyarakat.
  5. Membantu kebutuhan siswa serta mengembangkan kesejahteraan siswa di dalam dan luar sekolah.

Tujuan koperasi sekolah

Tujuan koperasi sekolah adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta ikut membangun tata perekonomian nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Sedangkan pembentukan koperasi sekolah di kalangan siswa dilaksanakan dalam rangka menunjang pendidikan siswa dan latihan berkoperasi. Dengan demikian, tujuan pembentukannya tidak terlepas dari tujuan pendidikan dan program pemerintah dalam menanamkan kesadaran berkoperasi sejak dini.

Struktur organisasi koperasi sekolah

Struktur Organisasi Sekolah

  1. Anggota
  2. Pengurus
  3. Badan Pemeriksa
  4. Pembina dan Pengawas
  5. Badan Penasehat

Perangkat organisasi koperasi sekolah

  • Rapat anggota koperasi sekolah
  • Pengurus koperasi sekolah
  • Pengawas koperasi sekolah

Dewan penasihat koperasi sekolah

  • Untuk keperluan bimbingan pada koperasi sekolah, diangkat penasihat koperasi sekolah yang anggota-anggotanya terdiri atas :
  • Kepala sekolah yang bersangkutan sesuai dengan jabatannya (exofficio);
  • Guru pada sekolah yang bersangkutan; dan
  • Salah seorang wakil persatuan orang tua murid yang memiliki pengalaman di bidang koperasi

Pelaksana harian

Pelaksana harian bertugas mengelola usaha, administrasi, dan keuangan. Pelaksana harian dapat diatur bergantian antara pengurus koperasi sekolah atau ditunjuk secara tetap atau bergantian antara siswa anggota koperasi yang tidak menduduki jabatan pengurus atau pengawas koperasi.

Rapat anggota

Rapat anggota merupakan kekuasaan tertinggi di tata kehidupan koperasi yang berarti berbagai persoalan mengenai suatu koperasi hanya ditetapkan dalam rapat anggota. Di sini para anggota dapat berbicara, memberikan usul dan pertimbangan, menyetujui suatu usul atau menolaknya, serta memberikan himbauan atau masukan yang berkenaan dengan koperasi. Oleh karena jumlah siswa terlalu banyak, maka dapat melalui perwakilan atau utusan dari kelas-kelas. Rapat Anggota Tahunan (RAT) diadakan paling sedikit sekali dalam setahun, ada pula yang mengadakan dua kali dalam satu tahun, yaitu satu kali untuk menyusun rencana kerja tahun yang akan dan yang kedua untuk membahas kebijakan pengurus selama tahun yang lampau. Agar rapat anggota tahunan tidak mengganggu jalannya kegiatan belajar mengajar di sekolah, maka rapat dapat diadakan pada mas liburan tahunan atau liburan semester. Sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam koperasi sekolah, rapat anggota mempunyai wewenang yang cukup besar. Wewenang tersebut misalnya:

  1. Menetapkan anggaran dasar koperasi;
  2. Menetapkan kebijakan umum koperasi;
  3. Menetapkan anggaran dasar koperasi;
  4. Menetapkan kebijakan umum koperasi;
  5. Memilih serta mengangkat pengurus koperasi;
  6. Memberhentikan pengurus; dan
  7. Mengesahkan pertanggungjawaban pengurus dalam pelaksanaan tugasnya.

Pada dasarnya, semua anggota koperasi berhak hadir dalam rapat anggota. Namun, bagi mereka yang belum memenuhi syarat keanggotaan, misalnya belum melunasi simpanan pokok tidak dibenarkan hadir dalam rapat anggota. Ada kalanya mereka diperbolehkan hadir dan mungkin juga diberi kesempatan bicara, tetapi tidak diizinkan turut dalam pengambilan keputusan. Keputusan rapat anggota diperoleh berdasarkan musyawarah mufakat. Apabila tidak diperoleh keputusan dengan cara musyawarah, maka pengambilan keputusan berdasarkan suara terbanyak di mana setiap anggota koperasi memiliki satu suara. Selain rapat biasa, koperasi sekolah juga dapat menyelenggarakan rapat anggota luar biasa, yaitu apabila keadaan mengharuskan adanya keputusan segera yang wewenangnya ada pada rapat anggota. Rapat anggota luar biasa dapat diadakan atas permintaan sejumlah anggota koperasi atau atas keputusan pengurus. Penyelenggara rapat anggota yang dianggap sah adalah jika koperasi yang menghadiri rapat telah melebihi jumlah minimal (kuorum). Kuorum rapat anggota meliputi setengah anggota ditambah satu (lebih dari 50%). Jika tidak, maka keputusan yang diambil dianggap tidak sah dan tidak mengikat.

Hal yang dibicarakan rapat anggota tahunan

  1. Penilaian kebijaksanaan pengurus selama tahun buku yang lampau.
  2. Neraca tahunan dan perhitungan laba rugi.
  3. Penilaian laporan pengawas
  4. Menetapkan pembagian SHU
  5. Pemilihan pengurus dan pengawas
  6. Rencana kerja dan rencana anggaran belanja tahun selanjutnya
  7. Masalah-masalah yang timbul

Ciri-ciri Koperasi Sekolah

  1. Bentuknya Badan Usaha yang tidak berbadan Hukum.
  2. Anggotanya siswa-siswa sekolah tersebut.
  3. Keanggotannya selama kita masih menjadi siswa.
  4. Koperasi sekolah dibuka pada waktu istirahat.
  5. Sebagai latihan dan praktek berkoperasi.
  6. Melatih disiplin dan kerja.
  7. Menyediakan perlengkapan pelajar.
  8. Mendidik siswa hemat menabung.
  9. Tempat menyelanggarakan ekonomi dan gotong royong.